Sabtu, 21 Oktober 2017

Gatotkaca : Story of Heroism and Video Game Excuse


Wayang, or called “Indonesian Shadow Puppet” in another country, is one of my thing since I was a first grader. I never watched the show to be honest, but I keeping up with the story by reading books about it. My favorite one is Book of Mahabharata. It’s well-known about a war between two clans, Pandawa and Kurawa. Where mostly Pandawa is representing a good side, Kurawa as a villain.

As I grow older, reading more books about Wayang from many different perspective, I learned something; the story written in Books of Mahabharata is not as simple as war between good and evil. Every single characters, from both clans, carrying their own good values and also sins. A five brother of Pandawa, have their own huge sins. Even the oldest, Yudistira, wellknown as the wisest man in Pandawa, is actually addicted to gamble. Costed him a whole kingdom at onee of his loss. While Kurawa clan, despite being greedy, cruel and manipulative, actually have some moments of selfless heroism to their families and allies.

Among all characters with their own pros and cons, there is actually one character that really got my attention (yes, you can guess from the title), Gatotkaca. The son of Bima, The king of Pringgadani, the muscle of iron, the bone of steel, the ruler of sky (yes he flies thanks to Antakusuma armor), the wielder of Brajadenta and Brajamusti, and another awesome names with GoT style. In my level-headed opinion, he is one of the strongest, even almost invincible and the bravest character in the story. But he died carried out a suicide mission. He sacrificed himself at War of Barathayuda, took a most powerful weapon, Kontawijayadanu, to his chest, that actually aimed for Pandawa brothers, so the rest could survived and won the war. Compared to other characters, he didn’t last longer but he had the most heroic, honorable death.

Brought into video game.

I actually realized, if one character from traditional story and old tales brought into a video game, it’s just actually a game developer’s effort to get more players from certain countries. But crap, they got me as well. Montoon, with their Mobile Legends Bang Bang have bring Gatotkaca to their roster, and became an excuse for me to play that game. I already deleted my  games and start to working on more useful stuff, but I still playing this game in my free time (yes, I’m a boy trapped in adult’s body). But not that often, so I can avoid noobs joining my teams.

Gatotkaca is my only favorite game character, and I think the developer is doing a good job depicting him in the game. He built as a Tanker, and and no other roles suits him better. Just like in the real story, he really can take a hit, he always taunting his opponents to beating himself, so his allies can do the offensive job. Such a brave and heroic act. But like the other tanker, it’s rather difficult to him to get a last hit kill.

One last thing. If I’m being ranty, I would suggest that they better make Gatotkaca levitating above the surface instead of walking around by foot. He only has one second high jump with his ultimate, but I don’t think that’s enough, because he is actually a flyer. I guess that’s it, thanks to Montoon for wasting my damn times and please get those goddamned noobs out of my sight!

Kamis, 23 April 2015

Yang penting nulis, nulis yang penting



  Sudah 2 tahun sejak tulisan terakhirku di blog ini, 2 tahun yang lama tapi kadang bisa dibilang ngga berasa. Kalo ibarat halaman ini lahan gundul, mungkin udah mulai ditumbuhi pionir. Kalo ibarat halaman ini gudang reyot, mungkin sudah jadi markas laba-laba yang sudah punya cucu dan cicit sampe beberapa generasi. Kalo ibarat halaman ini bangkai kapal, mungkin sekarang sudah jadi sarang ikan. Kalo ibarat halaman ini taperwer isi roti, mungkin sekarang jamur di roti sudah tumbuh jadi monster.
  Dan entah kenapa baru sekarang tangan gatal pengen nyampah di blog lagi. Selain gatal, aku terbukti berani kalo selesai nulis sampah ini. Kenapa berani? Karena(ah, tanya sendiri jawab sendiri)waktu tulisan ini dibuat aku masih hutang banyak tulisan; revisi laporan praktek jurusan, newsletter buat event hari migrasi burung, draft proposal skripsi, draft proposal project dan yang paling krusial itu... nulis catatan amalan baik buat di akherat (yagitulaah).
  Harusnya sih, 2 tahun kemarin tulisan di sini jadi tambah banyak, seiring dengan bertambahnya intensitas keluyuranku yang makin tinggi di tahun ini, dari dataran tinggi hingga dataran rendah, dari lahan kosong hingga hutan rungkut, dari batu kapur bertanah keras hingga tanah gambut empuk-empuk bikin ndelesep. Itu harusnya sih, tapi sialnya, di masa lampau hobi jadi procrastinator juga sama tingginya dengan hobi ngeluyur. Apa itu procrastinator? Nanti aja ya jelasinnya.. Dari hasil kluyuran di lapangan, ada yang penting untuk ditulis, ada yang ngga penting ditulis. Mendadak jadi inget nasihat sesepuh, “jalani yang penting, bukan yang penting jalan”. Bagian “yang penting” ini harusnya berlaku juga di urusan nulis. Harusnya sih, dalam rangka menyukseskan program go-blog (baca : go blog, bukan goblok, nanti artinya beda) aku nulis bagian-bagian penting. Yang ada, aku malah nulis bagian yang sebenernya yang penting. Jadi, kapan  nulis yang penting? Jawabannya gampang : kapan-kapan, yang ini anggap aja pemanasan..

Sabtu, 04 Mei 2013

Barathayuda : Kebaikan Kurawa dan Sisi Gelap Pandawa



    Jika anda orang Jawa, mungkin anda sudah hapal, atau setidaknya pernah mendengar apa itu Barathayuda. Jika anda bukan orang jawa, mungkin anda baru kali ini tau Barathayuda. Barathayuda adalah peperangan yang terdapat dalam kitab Mahabharata. Perang yang berlangsung di Tegal Kurusetra ini adalah perang antara Pandawa Lima melawan Kurawa. Alasan terjadinya perang ini adalah Pandawa Lima yang bersengketa dengan Kurawa untuk memperebutkan kerajaan Astinapura.
   Di cerita mahabharata, Pandawa Lima(Yudhistira, Bimasena, Arjuna, Nakula dan Sadewa) seringkali digambarkan sebagai protagonis yang berhati bersih, sedangkan Kurawa (Duryudana dan 99 saudaranya)seringkali digambarkan sebagai antagonis yang keji dan penuh cela. Dari hubungan Protagonis-antagonis ini, tentu anda sudah bisa menebak pemenang Barathayuda kan? Jika anda menebak Pandawa, anda benar.
     Dari deskripsi dua paragraf di atas, cerita wayang terlihat sangat membosankan bukan? Protagonis selalu menang melawan antagonis, tak ada bedanya seperti drama-drama picisan lainnya. Tunggu dulu. Masih ada banyak hal di balik kemenangan Pandawa atas Barathayuda.

Kebaikan Kurawa

   Dalam Barathayuda, Kurawa selalu digembar-gemborkan sebagai pembantai yang membunuh lawan secara keji. Padahal tidak semua Kurawa seperti itu. Di 100 bersaudara itu, masih ada seorang Wikarna yang hatinya sebersih Prabu Yudhistira, dan bahkan ia menentang semua kelakuan busuk yang dilakukan 99 saudaranya. Selain itu, di pihak Kurawa ada Resi Bisma dan Resi Durna, keduanya adalah mentor perang Pandawa dan Kurawa, namun mereka membela Kurawa dengan alasan membela Tanah Air Astinapura. Resi Bisma dan Durna usianya sama-sama sudah uzur, namun kemampuan perangnya sangat luar biasa, dan Kedua Resi ini berjiwa Ksatria dan tak takut mati.

Sisi Gelap Pandawa

    Jika sekarang kita pindah topik dari Kurawa ke Pandawa, tentu pandangan kita akan tertuju ke semua hal-hal baik yang melekat ke Yudhistira dan adik-adiknya. Tunggu dulu, masih ada sisi gelap di balik gambaran-gambaran heroik tentang mereka, tidak terkecuali pada Prabu Yudhistira.
   Mungkin selama ini anda mengenal Yudhistira sebagai Raja berhati suci. Sifat yang ini memang benar, namun sayang, ia adalah penggila judi. Karena berjudi, ia menempatkan Pandawa dalam kondisi bahaya, bahkan hingga diusir dari Astinapura.
   Di pihak Pandawa, ada seorang dewa yang lalai tugas dan melakukan kesalahan besar. Dewa itu adalah Sri Kresna. Sri Kresna seharusnya bertugas menjaga keseimbangan dan tidak memihak. Namun di Barathayuda, Sri Kresna jelas memihak Pandawa; menjadi penasihat perang bahkan rela menjadi kusir kereta kuda Arjuna. Selain itu Sri Kresna-lah yang mencetus taktik bunuh diri Raden Gatotkaca. Gatotkaca sengaja dijadikan ‘umpan’ untuk senjata Konta. Senjata milik Adipati Karna sangat mematikan, namun hanya bisa digunakan satu kali. Seharusnya, Adipati Karna menggunakan Konta untuk membunuh Arjuna. Namun Gatotkaca berhasil ‘memancing’ senjata tersebut untuk ditujukan kepadanya, meskipun ia tau Konta akan membunuhnya. Taktik ini memang berhasil, namun ini yang menjadi kesalahan Sri Kresna. Karena kesalahannya ini, Sri Kresna dihukum mengasingkan diri di hutan, hidup terlunta-lunta hingga ia mati.
   Jadi, gambaran tentang busuknya Kurawa dan mulianya Pandawa itu tak sepenuhnya benar. Kita terlalu sering melihat protagonis sebagai karakter 100% mulia, dan karakter Antagonis sebagai 100% keji. Namun dari cerita Mahabharata seharusnya kita tau, masih ada cela di balik lukisan kebaikan, dan masih ada kemuliaan di coretan kejahatan